Labuan Bajo 08 Maret 2024-
Pengembangan pariwisata harus melibatkan pihak-pihak yang memiliki kesadaran dan tanggung jawab keberlangsungan yang memperhatikan yaitu aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek kelembagaan. Hal tersebut disampaikan Eduard Rudolf Pangkerego, Chief Operating Officer ARTOTELGROUP, salah satu Narasumber yang membuka materi Floratama Executive Learning day 3 yang diinisasi Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) dan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di Zasgo Hotel Labuan Bajo (07/03/2024).
Eduard menegaskan bahwa dari sisi investor, Green Investment bukan lagi menjadi pilihan dan bukan sekadar investasi hijau seperti terjemahannya, tetapi merupakan sebuah kewajiban karena investasi harus bertanggung jawab dan memperhatikan ke 4 aspek tersebut di atas.
"Investasi itu harus bertanggung jawab karena yang kita lakukan hari ini harus kita pertanggung jawabkan kepada anak dan cucu-cucu kita nanti. Jadi kita tidak bisa asal bangun, tidak asal investasi sehingga lingkungan dapat tetap terjaga. Green Investment itu juga bukan sekadar investasi hijau sesuai terjemahannya, bukan sekedar jangan merusak hutan atau pedesaan, tetapi ada beberapa aspek yang harus diperhatikan yaitu aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek kelembagaan dalam konteks budaya" tegas Eduard.
Penekanan terhadap kesadaran dan tanggung jawab keberlangsungan dalam penerapan green investment menjadi fokus materi selama Floratama Executive Learning berlangsung, mengingat komitmen pemerintah dan stakeholder pariwisata terhadap keberlanjutan ekosistem kepariwisataan yang mengandalkan kelestarian lingkungan, ketahanan sosial ketahanan ekonomi, dan kelestarian budaya ke depannya.
Kurleni Ukar, Staf Ahli Menteri Bidang Reformasi Birokrasi dan Regulasi Kemenparekraf, juga melihat pengembangan pariwisata melalui investasi, pembangunan, dan perkembangan yang ada ternyata memberi kontribusi terhadap adanya transformasi sosial budaya di masyarakat. Menurutnya, pengaruh negatif dari sebuah perkembangan dapat diatasi dengan memperkuat nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat.
"Kita tidak bisa menolak transformasi sosial budaya karena kehadiran pihak lain di luar lingkungan sosial budaya kita seperti para investor atau pendatang lainnya seperti wisatawan yang datang langsung ke Labuan Bajo. Selain itu, transformasi itu akan tetap ada melalui media digital. Oleh karena itu yang harus kita perkuat dan kita jaga adalah nilai dan norma yang ada di dalam masyarakat kita. Nilai dan norma ini jugalah yang harus paling pertama kita sampaikan kepada para investor di samping regulasi yang ada" ungkap Staf Ahli Menteri Bidang Reformasi Birokrasi dan Regulasi tersebut.
Materi penguat diskusi forum lainnya adalah terkait Community Based Tourism (CBT) yang disampaikan Dekan Universitas Pelita Harapan, Prof. Dr. Diena Mutiara Leny. Prof. Diena menjelaskan bahwa kunci keberhasilan CBT adalah komunitas atau masyarakat itu sendiri ketika mereka mengalami peningkatan kesejahteraan karena adanya aktivitas pariwisata. Namun, kesuksesan CBT dan pengembangan Desa Wisata bergantung pada kemitraan yang kuat antar pemangku kepentingan.
"Suksesnya Community-Based Tourism sering kali bergantung pada kemitraan yang kuat antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, sektor swasta, dan masyarakat lokal. Kolaborasi yang baik dapat meningkatkan sumber daya, pengetahuan, dan dukungan yang tersedia untuk pengembangan pariwisata" jelas Prof. Diena.
Hospitality Management & Service Excellence menjadi materi penutup yang didampaikan Dr. Amelda Pramezwary, Ketua Program Studi Hospitality Management, Fakultas Pariwisata, Universitas Pelita Harapan.
Hospitality Management & Service Excellence menurut Amelda adalah dua hal yang berkaitan sangat erat dalam kepariwisataan mengingat pelayanan atau hospitality adalah faktor kunci yang dapat menciptakan kesan bagi para wisatawan.
"Poin penting yang harus dimiliki seseorang yang bekerja di industri hospitality, yaitu kesabaran, empati, fokus, memiliki keterampilan komunikasi yang baik, kemampuan dalam memecahkan masalah, responsif, dan inisiatif" jelas Amelda.
Sebagai penutup, Plt. Direktur Utama BPOLBF, Frans Teguh menjelaskan bahwa berbagai modul yang dipelajari selama tiga hari tersebut diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi bagi pengelola dan stakeholder pariwisata dalam mengelola dan mengembangkan pariwisata di daerahnya masing-masing. Selain itu, ia juga menyampaikan tentang Tourism Capstone yang akan menjadi output dari kegiatan ini.
"Kami sebagai penyelenggara berharap dari 13 modul yang telah dibahas bersama sejak tanggal 5 Maret lalu, dapat dijadikan acuan dan referensi dalam pengembangan pariwisata di daerah. Selain itu, dari kegiatan ini juga kita akan melakukan Tourism Capstone yang mana para peserta akan mengidentifikasi isu, melakukan analisis, dan pada akhirnya dapat melahirkan solusi dari permasalahan tersebut" jelas Frans saat menutup kegiatan pada hari ketiga penyelenggaraan Floratama Executive Learning Center.
Penyelenggaraan Pelatihan Kepariwisataan Daerah, Floratama Executive Learning kini yang berlangsung selama empat hari ini diinisiasi oleh Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo (BPOLBF) dan Disparekraf Provinsi NTT ini dilaksanakan secara hybrid dan dihadiri peserta yang merupakan perwakilan dari Dinas Pariwisata seluruh NTT, perwakilan akademisi bidang kepariwisataan, pegiat wisata, dan dinas terkait lainnya.
Di hari ketiga penyelenggaraan kegiatan ini, para peserta dibekali dengan 4 modul pelatihan yakni tentang Green Investment, Transformasi Sosial Budaya, Community Based Tourism (CBT) & Desa Wisata, hingga Hospitality & Service Excellent yang dibawakan oleh para narasumber yang merupakan ahli dan praktisi di bidangnya.
Kegiatan ditutup pada 8 Maret 2024 dengan pemaparan hasil identifikasi isu, analisis permasalahan, dan solusi dari para peserta.
--------
Sisilia Lenita Jemana
Kepala Divisi Komunikasi Publik
Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores