Labuan Bajo, 21 Mei 2024-
Wisata bahari merupakan salah satu primadona dalam penyelenggaraan wisata di Labuan Bajo dan Flores karena kekayaan bawah lautnya yang menakjubkan. Hamparan laut diantara gugusan pulau-pulau dengan keanekaragaman flora dan faunanya menawarkan beberapa spot wisata bahari yang menarik seperti Batu Bolong Reef, Pulau Kanawa, Taka Makassar, Manta Point, Pink Beach, dan Pulau Kelor di perairan Labuan Bajo, Pulau Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Tujuh Belas Pulau di Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, Perairan Alor, dan perairan lainnya di Flores.
Mengusung tema "Pengembangan Wisata Bahari", Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) kembali menyelenggarakanFloratama Learning Center: Tourism & Hospitality Knowledge Management Class (THKMC) Modul Kesembilan dengan tujuan agar para peserta yang hadir makin mengenal potensi wisata bahari di Pulau Flores dan sekaligus memahami konsep pengelolaan dan pengembangan wisata bahari yang bertanggung jawab.
Dalam kelas yang diadakan secara daring pada Selasa (21/05/2024) pagi ini, BPOLBF menghadirkan Cipto Aji Gunawan, Praktisi dan Pengamat Kebijakan Pariwisata sebagai narasumber. Dalam paparannya, Cipto menyampaikan dua materi penting terkait wisata bahari, yakni Pariwisata Bahari dan Ekowisata Bahari, dimana fokus pariwisata bahari adalah pada rekreasi dan hiburan sedangkan ekowisata bahari mengutamakan aspek berkelanjutan.
"Pariwisata bahari berfokus pada aktivitas rekreasi di laut dengan mengutamakan aspek hiburan seperti jet skiing, parasailing, dan bananaboat, sementara ekowisata bahari mengutamakan pengalaman wisata yang berkelanjutan dan bertanggung jawab dengan meminimalkan dampak ekosistem dan mendukung konservasi dan biasanya memiliki aturan atau regulasi misalnya seperti diving atau snorkeling, kayaking, dan sebagainya jelasnya.
Melihat dua perbedaan ini, Cipto kemudian menjelaskan bahwa ada beberapa elemen penting yang harus dimiliki dalam ekowisata bahari, yakni melakukan perjalanan ke daerah perairan atau wilayah pesisir, memberi manfaat pada masyarakat lokal, membantu melakukan konservasi terhadap lingkungan lokal, meminimalisir dampak negatif kepada lingkungan alam dan masyarakat lokal, menekankan pada pembelajaran dan interaksi positif, melakukan penilaian kembali, dan melakukan praktik bisnis yang adil dan beretika.
Selanjutnya, terkait dengan elemen ini, menurutnya perlu ada pembahasan mengenai carring capacity dalam seluruh aktivitas wisata bahari yang harus dibedakan dengan wisata di darat.
"Carring capacity di darat itu berbeda dengan carring capacity di bawah air, walaupun untuk luasan yang sama. Jadi, jika akan membuat kajian carring capacity, khususnya wisata bahari tidak bisa menggunakan rumus carring capacity di darat untuk diterapkan di air. Dan untuk membuat kebijakan setelah kajian ini dilakukan, dibutuhkan manajemen yang melibatkan seluruh stakeholder baik dari pemerintah, masyarakat, pengusaha, akademisi, wisatawan, LSM, maupun media" ungkapnya.
Lebih lanjut, Cipto juga menjelaskan bahwa saat ini, keterlibatan wisatawan \untuk lebih bertanggung jawab kepada lingkungan dan aktif dalam konservasi wisata bahari menjadi tren yang berkembang cepat.
Senada, Frans Teguh, Plt. Direktur Utama BPOLBF sekaligus Staf Ahli Bidang Pembangunan Berkelanjutan & Konservasi, Kemenparekraf RI juga menyampaikan bahwa Kemenparekraf dan BPOLBF juga terus mendorong tren pariwisata berkelanjutan baik di darat maupun laut.
"Kemenparekraf dan BPOLBF terus mendorong pariwisata berkelanjutan dalam semua area baik di darat maupun laut dan mengawal penyelenggaraan pariwisata yang bertanggung jawab guna memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa mengorbankan potensi pemenuhan kebutuhan di masa yang akan datang. Dalam konteks ini, kami ingin memastikan potensi bahari dapat menjadi modal dalam meningkatkan kualitas pariwisata serta membangun sustainable tourism" tutup Frans.
------------
Sisilia Lenita Jemana
Kepala Divisi Komunikasi Publik
Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores