Labuan Bajo, 27 Mei 2024
Upaya Pemerintah menjawab peluang dan tantangan pengembangan Pariwisata Religi Katolik di Pulau Flores terus digalakan dan menjadi salah satu perhatian khusus dari seluruh stakeholder, mengingat Pariwisata Religi Pulau Flores berpotensi meningkatkan jumlah kunjungan, membantu persebaran wisatawan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat di Pulau Flores yang dikenal merupakan populasi umat Katolik terbesar di Indonesia, dimana 3,07% dari total 8,6 Juta jumlah penganut Katolik di Indonesia.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Sandiaga Salahuddin Uno dalam sebuah kesempatan Webinar Kepariwisataan bertema "Potensi dan Strategi Pengembangan Wisata Religi Katolik di Pulau Flores" beberapa waktu lalu menyampaikan, bahwa NTT pada umumnya, dan Pulau Flores pada khususnya memiliki potensi dan daya tarik luar biasa sebagai destinasi pariwisata religi dan budaya terutama dengan adanya inkulturasi antara Gereja Katolik dan budaya lokal masyarakat setempat dapat memberikan pengalaman spiritual dan daya magis bagi para pengunjung yang ingin melakukan perjalanan religi ke Pulau Flores.
"Pulau Flores di NTT terkenal dengan sejarah dan warisan kekatolikannya. Flores juga sering disebut sebagai Pulau Misionaris. Pulau ini memiliki potensi dan daya tarik luar biasa untuk pariwisata religi, terutama melalui inkulturasi antara Gereja Katolik dan budaya masyarakat lokal setempat. Potensi ini diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisata ziarah religi, sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, selain mendorong pertumbuhan ekonomi, juga untuk merawat budaya dan tradisi inkulturasi Gereja Katolik yang sudah ada selama ini" ungkap Sandi.
Untuk mendukung pengembangan pariwisata NTT, pada tahun 2024 ini terdapat empat event tahunan yang masuk dalam Kalender Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Dari empat event tersebut, dua di antaranya adalah event bertema religi dan budaya, yaitu Festival Golokoe di Labuan Bajo dan Festival Bale Nagi di Larantuka yang sudah terlebih dahulu masuk KEN pada tahun 2023 lalu. Potensi kunjungan wisata ziarah religi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dimana selain mendorong pertumbuhan ekonomi, sekaligus menjadi jalan merawat budaya dan tradisi kekatolikan.
Kalender Tahunan Pariwisata NTT juga mencatat penyelenggaraan festival dan event religi dan budaya Katolik di Pulau Flores secara rutin diselenggarakan secara rutin setiap tahunnya, selain daripada event bertema pariwisata secara universal. Sebut saja Festival Golokoe, event inkulturasi Semana Santa, Festival Lembah Kisol, dll.
Selain itu, promosi terkait berbagai destinasi religi sebagai tujuan ziarah dan edukasi Katolik juga dilakukan. Tak kurang dari 2.710 Gereja Katolik yang tersebar di Pulau Flores ke kedepannya akan dikembangkan dan dirancang menjadi jalur religi (pilgrim) ziarah Katolik Pulau Flores.
Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat dalam sebuah kesempatan yang sama mengungkapkan, pariwisata harus dibangun dengan akar kebudayaan lokal dan spiritualitas setempat.
"Pariwisata sejatinya adalah ziarah mengendus jejak Allah dalam suka cita perjumpaan insani dan semesta alam. Karena itu, kami Keuskupan Ruteng telah mendesain dan terus menggerakkan pariwisata holistik di wilayah Bumi Congka Sae (Manggarai: sebutan untuk bumi Manggarai Raya) Flores ini yang berkarakter spiritual. Pariwisata harus dibangun dan berkembang dalam akar budaya lokal dan spiritualitas setempat" tutur Mgr. Siprianus.
Pengembangan wisata religi di Indonesia sendiri dilatarbelakangi sejarah panjang dan erat kaitannya dengan keragaman agama dan budaya yang luas yang ada di Indonesia, yang selain Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, juga terdapat kepercayaan lokal, dimana setiap agama memiliki situs suci dan tradisi ziarah yang berlangsung selama berabad-abad.
Seiring dengan berkembangnya sektor pariwisata yang pada tahun 2016 lalu telah ditetapkan sebagai sektor unggulan bangsa, perjalanan ziarah religi keagamaanpun menjadi salah satu potensi pertumbuhan ekonomi yang dibidik Pemerintah melalui pengembangan diversifikasi produk pariwisata. Kegiatan ziarah mendatangkan para pengunjung yang sudah pasti berdampak pada bergeraknya sektor jasa seperti okupansi hunian hotel dan homestay, transportasi, kuliner, transaksi dan layanan digital, hingga oleh-oleh menjadikan perjalanan ziarah religi sebagai bentuk aktivitas wisata yang ternyata selain memberi dampak ekonomi juga menjadi kunci merawat budaya dan tradisi keagamaan dalam keindonesiaan.
Myra Gunawan, Pendiri dan Dewan Penasehat Magister Perencanaan Pariwisata Institut Teknologi Bandung (ITB) mengutarakan gagasan mengenai pengembangan Labuan Bajo Flores dan sekitarnya. Menurutnya, Pulau Flores memiliki berbagai sumber daya yang dapat mendukung pariwisata, baik alam maupun budaya, termasuk sumber daya non kreasi yang tidak dikaitkan dengan bisnis, tetapi dengan sejarah dan religi, masih banyak yang belum termanfaatkan secara optimal, sementara di sisi lain Pariwisata Religi di Flores sebenarnya dapat menjadi contoh pengembangan berbasis masyarakat.
"Wisata Religi di Flores dapat menjadi contoh pembangunan kepariwisataan berbasis masyarakat maupun pembangunan masyarakat berbasis pariwisata. Ada begitu banyak potensi seperti misalnya Semana Santa dan banyaknya tempat ziarah yang telah dibangun oleh para misionaris dan biarawan katolik dari ujung barat hingga timur Pulau Flores yang juga sudah lekat dengan masyarakat".
Myra juga menunjukkan data terkait sumber pasar potensial wisatawan minat khusus religi Katolik yaitu sedikitnya 8 juta umat Katolik di Indonesia dan lebih dari 100 juta dari Negara tetangga, yaitu 85 juta di Filipina, lebih dari 20 juta di India, sekitar 2 juta di Singapura, 3 juta di Malaysia.
Di Indonesia sendiri, sekitar 3 juta dari 8 juta umat Katolik berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan mayoritas berada di Pulau Flores yang merupakan hub umat Katolik terbesar di NTT. Event religi "Semana Santa" di Larantuka, Flores, NTT merupakan event religi Katolik terbesar di Indonesia. Semana Santa, atau Pekan Suci, merupakan perayaan yang berlangsung selama satu minggu dan dimulai sebelum Paskah. Pada pekan ini umat Katolik merayakan kisah sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus.
Jumlah Peziarah Semana Santa di Larantuka sendiri pada tahun 2024 tercatat sebanyak 23.123 peziarah yang terdiri dari 7.753 peziarah dari Luar Keuskupan Larantuka dan 15.460 peziarah dari dalam Keuskupan Larantuka. Angka ini meningkat 15.185 dari data kunjungan tahun 2019 sebelum Covid-19 sebanyak 8.028, mengingat selama pandemi Covid-19 melanda, perayaan Semana Santa sendiri ditiadakan selama tiga tahun.
Gagasan Pariwisata Religi di Pulau Flores sendiri berangkat dari sejarah dan warisan Katolik dalam membentuk budaya dan tradisi religi Katolik di Pulau Flores dimana jejak sejarah menunjukkan keberadaan Misionaris Katolik berperan kuat dan berjasa membentuk dan membangun fondasi kuat di dunia pendidikan, sehingga membentuk SDM Flores yang berkualitas dan melahirkan banyak cendikiawan dan tokoh filsafat terbaik.
"Misi Gereja di Pulau Flores bukan pertama-tama misi iman atau mengkatolikkan Flores tetapi yang pertama adalah misi kemanusiaan. Bagaimana orang Flores perlahan-lahan keluar dari kegelapan buta huruf dan pelan-pelan didorong untuk bisa hidup sehat dan memiliki nilai-nilai yang bersifat inklusif", seperti yang disampaikan Direktur Pusat Pastoral (Puspas) Keuskupan Ruteng, RD. Dr. Martin Chen.
Menurutnya, aspek pariwisata religi yang berciri holistik bukan hanya sekadar ditunjukkan melalui keberadaan Situs maupun penyelenggaraan Ritus dan Event, tetapi kekatolikan telah bersatu dengan Flores dan Pariwisata Religi Flores mengangkat totalitas kekatolikan Flores dan ini merupakan daya tarik wisata edukasi sejarah religi Katolik yang melengkapi ziarah pengunjung.
Dengan semua potensi Pariwisata Religi Katolik yang ada di Pulau Flores kedepannya juga menjadi tantangan tersendiri bagi pihak Gereja Katolik dan Stakeholder terkait untuk memperkuat diversifikasi atau pembeda daya tarik antara satu destinasi dengan destinasi religi lainnya melalui pelibatan aspek lainnya, salah satunya dengan memperkuat sisi kelokalan dan kekhasan masing-masing daerah, sehingga dapat memperkaya pengalaman spiritual yang diperoleh pengunjung maupun wisatawan.
"Terkait pariwisata religi, diversifikasi juga diperlukan. Diversifikasi atau perbedaan pemberian pengalaman yang berkualitas pada wisatawan tersebut dapat dilakukan dengan memperkuat sisi budaya, kelokalan, dan menunjukkan kearifan-kearifan lokal setempat. Karena semakin kental sisi kelokalan tersebut, pengalaman wisatawan juga tentu lebih berkesan dan berkualitas. Pariwisata yang berkualitas tidak selalu tentang kemewahan", demikian disampaikan Frans Teguh, Plt Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) merangkai gagasan pengembangan potensi Pariwisata Religi Katolik di Pulau Flores.
Dukungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Kementerian Agama RI, Suparman selaku pihak yang mengawal penyelengaraan kehidupan beragama
menyampaikan bahwa pihaknya akan terus berkolaborasi dengan pihak Keuskupan guna meningkatkan SDM serta turut mengambil tindakan yang dapat dilakukan secara lebih konkret dan berdampak.
"Para pemangku kepentingan perlu duduk kembali dan mengarahkan agar pengembangan 3A tadi yaitu atraksi, aksesibilitas, dan amenitas dapat diarahkan ke Flores guna menanggapi berbagai tantangan di dunia pariwisata. Kami dari Bimas Katolik juga tentu akan menggandeng Para Uskup dan mengambil bagian pada kebijakan yang telah dibuat keuskupan khususnya untuk bidang peningkatan SDM serta mengambil tindakan konkret pada cakupan yang lebih kecil tetapi berdampak" tutupnya.
--------
Sisilia Lenita Jemana
Kepala Divisi Komunikasi Publik
Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores