Labuan Bajo, 08 Mei 2025-
Pulau Flores yang dikenal sebagai "Jantung Katolik" dan sekaligus "Vatikan Indonesia" sangat akrab dengan tradisi inkulturasi yang merupakan perpaduan antara tradisi Gereja Katolik dan Budaya Masyarakat Flores. Tradisi ini mengakar dalam kehidupan masyarakat Pulau Flores dan begitu termaknai dalam perayaan-perayaan tahunan keagamaan seperti perayaan Natal, Paskah, Pentakosta, Bulan Maria dan Bulan Doa Rosario yang merupakan bentuk penghormatan kepada Ibu Yesus menjadi momentum perayaan yang menyatukan keluarga, sahabat, dan umat katolik di dunia.
Pada perayaan Tri Hari Suci Paskah tahun 2025, beberapa wilayah di Pulau Flores larut dalam keheningan dan kesakralan. Di setiap sudut kota, aktivitas harian mulai melambat. Toko-toko tutup lebih awal, aktivitas di luar ruangan berkurang, dan umat berkumpul di Gereja. Keheningan ini bukanlah kesunyian, melainkan refleksi spiritual yang hidup. Sebuah jeda dari hiruk-pikuk dunia, agar umat bisa menata batin dan membuka hati untuk menyambut kebangkitan. Pulau Flores, dalam Tri Hari Suci ini, seakan bertransformasi menjadi tempat di mana langit dan bumi bersatu dalam doa, harapan, dan kasih.
Di Pulau Flores, seperti di Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, dan Flores Timur, pemerintah dan tokoh agama menyerukan pelaksanaan Silentium Magnum (Keheningan Agung) pada Jumat Agung sebagai bagian dari perayaan Paskah dan bentuk penghormatan kepada umat Kristiani yang memperingati penyaliban dan wafatnya Yesus Kristus. Masyarakat diajak untuk mengurangi aktivitas dan menciptakan suasana yang tenang. Silentium Magnum sendiri merupakan istilah Latin yang bisa diartikan keheningan agung (great silence) .
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sekaligus Vikaris Jenderal (Vikjen) Keuskupan Labuan Bajo, RD. Rikard Manggu, Pr. menyampaikan bahwa Paskah menjadi momentum kita semua untuk masuk dalam keheningan agung, di mana kita tidak hanya merenungkan sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus, tetapi juga menemukan kembali makna iman yang hidup.
"Paskah tahun ini kembali mengundang kita untuk masuk dalam keheningan agung, Silentium Magnum di mana setiap suara duniawi menjadi sunyi. Dalam balutan Silentium Magnum, kita diajak tidak hanya merenungkan sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus, tetapi juga menemukan kembali makna iman yang hidup dalam denyut kehidupan umat di setiap sudut pulau ini. Di tengah maraknya wisata modern, kita diajak untuk menumbuhkan dan memperkuat wisata religi Katolik yang tidak sekadar memanjakan mata, tetapi membangkitkan batin. Karena itu, sudah saatnya kita menjadikan Silentium Magnum bukan hanya sebagai sikap batin pribadi, tetapi sebagai roh kolektif umat Katolik di Flores dalam menyambut dan merayakan Paskah", ungkap Romo Rikard.
Lebih lanjut, Imam dari Keuskupan Agung Ende, RD Rofinus Marius Muga, mengungkapkan bahwa meskipun belum ada kebijakan khusus dari pemerintah terkait Silentium Magnum saat perayaan Paskah, umat di wilayah Keuskupan Agung Ende dengan kesadaran pribadi telah menjadikan perayaan Paskah, khususnya saat Jumat Agung, sebagai Hari Hening.
"Kalau di wilayah Keuskupan Agung Ende, sejauh ini belum terpantau ada kebijakan khusus dari pemerintah. Tetapi di masing-masing paroki, biasanya pastor memberikan wejangan agar tidak terjadi acara apapun selain persiapan liturgi pekan suci. Puncaknya pada hari raya Jumat Agung, meskipun tanpa ada arahan, umat sudah tahu bahwa hari itu adalah Hari Hening dan mereka hanya akan mengikuti kegiatan Jalan Salib yang biasanya dibuat lebih besar dan agung dari biasanya, dan ibadah penyembahan salib di sore harinya. Aktivitas biasanya mulai terjadi di hari Sabtu pagi, meski tetap dijaga keheningan karena umat pada umumnya sudah paham bahwa sukacita kebangkitan hanya akan terjadi sesudah perayaan Ekaristi malam", jelasnya.
Sementara itu, RD. Yakobus Donnisius Migo, Sekretaris Keuskupan Maumere menyampaikan bahwa di wilayah Keuskupan Maumere, pemaknaan Silentium Magnum sejalan dengan Prosesi Logu Senhor yang juga merupakan warisan rohani masyarakat setempat.
"Tradisi Silentium Magnum dan prosesi Logu Senhor merupakan warisan rohani yang mendalam bagi umat Katolik di Flores. Silentium Magnum adalah istilah Latin yang berarti "Keheningan Agung" atau "Keheningan Besar" khususnya saat Tri Hari Suci Paskah, mengajak kita untuk merenung dan memperdalam iman. Sementara itu, Logu Senhor merupakan tradisi yang diwariskan oleh bangsa Portugis di wilayah Sikka, mengajarkan kita tentang kerendahan hati dan penyerahan diri di bawah salib Kristus", jelas Romo Donni.
Kedua tradisi ini mencerminkan kekayaan spiritual dan budaya masyarakat Flores yang perlu dijaga dan dilestarikan. Oleh karena itu, Kesukupan Maumere juga mengajak seluruh pihak baik umat, pemerintah, dan masyarakat untuk bersama-sama menjadikan Silentium Magnum dan Logu Senhor sebagai bagian integral dari perayaan Paskah di seluruh Pulau Flores. Kami juga mendorong adanya regulasi atau peraturan daerah yang mendukung pelestarian dan pelaksanaan tradisi ini, sehingga nilai-nilai spiritual dan budaya yang terkandung di dalamnya dapat terus hidup dan menjadi inspirasi bagi generasi mendatang.
Beralih ke Flores Timur (Flotim), Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Kadisparbud), Silvester Suban Toa Kabelen, menyampaikan adanya pembatasan aktivitas selama Tri Hari Suci Paskah berlangsung, terutama saat prosesi Semana Santa.
"Untuk Flores Timur memang belum ada Peraturan Daerah (Perda) khusus untuk Silentium Magnum ini, namun setiap tahun Panitia Semana Santa dari Pemda Flores Timur selalu mengeluarkan imbauan tertulis untuk seluruh umat agar selalu menjaga ketenangan atau Silentium Magnum dengan tidak membuka suara musik baik di rumah maupun pada semua jenis moda transportasi bahkan melarang bunyi strong kapal pada Jumat Agung," jelas Silvester.
Kadisparbud Flotim juga menjelaskan, bahwa umat pada umumnya sudah menyadari bahwa pekan tersebut untuk memaknai spiritualitas akan pekan sengsara Kristus menuju Kebangkitan pada hari Paskah. Setelah Minggu Palma, umat masuk dalam keheningan agung dan masa pertobatan dengan aktivitas doa pada rumah-rumah ibadah baik Gereja, Kapela maupun Tori (rumah atau tempat ibadah khusus yang digunakan oleh masyarakat Larantuka untuk menyimpan dan memuliakan benda-benda suci seperti salib dan patung, terutama selama tradisi Semana Santa) dan aktivitas duniawi mulai dibatasi.
Memaknai kekayaan tradisi inkulturasi Gereja Katolik, Plt. Direktur Utama BPOLBF, Frans Teguh menekankan bahwa meskipun perayaan Paskah telah usai, nilai-nilai yang terkandung dalam Silentium Magnum tetap relevan dan dapat menjadi inspirasi dalam mengembangkan pariwisata berbasis budaya di Flores. Beliau mengajak wisatawan untuk tidak hanya menikmati keindahan alam Flores, tetapi juga untuk menghormati dan meresapi nilai-nilai spiritual yang hidup di tengah masyarakat serta mendorong adanya gerakan bersama dan kebijakan pemerintah untuk mendukung Silentium Magnum ini.
"Dengan demikian, Silentium Magnum menjadi bagian dari kearifan lokal yang patut dijaga dan dilestarikan bersama. Inisiatif ini sejalan dengan upaya kami dalam mempromosikan pariwisata yang berkelanjutan dan menghargai budaya lokal. Harapannya, wisatawan dapat mengalami pengalaman yang lebih mendalam dan bermakna saat mengunjungi Flores. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah daerah, tokoh agama, dan masyarakat setempat dalam merumuskan kebijakan atau peraturan daerah yang mendukung pelaksanaan Silentium Magnum sebagai bagian dari kalender budaya tahunan. Langkah ini tidak hanya akan memperkuat identitas budaya Flores, tetapi juga memberikan dampak positif bagi pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dan inklusif." tutup Frans.
Berikut adalah beberapa imbauan tertulis yang dikeluarkan Pemerintah Daerah di Pulau Flores terkait Silentium Magnum pada perayaan Paskah beberapa waktu lalu:
Manggarai Barat
* Mengurangi aktivitas di luar rumah kecuali untuk kegiatan Ibadah atau kegiatan yang sangat mendesak lainnya.
* Mengurangi penggunaan energi listrik, penggunaan plastik dan sampah non organik lainnya, penggunaan kendaraan bermotor, penggunaan sound system/pengeras suara (kecuali untuk kegiatan ibadah).
* Khusus warga Kota Labuan Bajo akan diadakan penutupan Ruas Jalan di depan SMPN 1 Komodo, Lampu Merah Wae Mata, Pertigaan di depan POLES Manggarai Barat dan di Depan Masjid Nurul |man Sernaru, pada tanggal 18 April 2025 Pukul 06.00 sampai dengan 10.00 Wita.
Manggarai
* Menjadikan Jumat Agung Hening di seluruh Kota Ruteng Mulai Pukul 06.00 s/d 18.00 WITA.
* Tidak melakukan perjalanan dengan kendaraan bermotor di dalam Kota Ruteng kecuali kebutuhan darurat atau setelah pukul 18.00 WITA
* Tidak membuka toko, kios, pasar, warung, SPBU, dan tidak membunyikan musik mulai pukul 06.00 - 18.00
Flores Timur
Prosesi Semana Santa di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT, menjelang Tri Hari Suci Paskah dimulai dengan Tradisi Rabu Trewa tepatnya 16 April 2025. Usai melakukan lamentasi, di Larantuka, lampu di Kapela Tuhan Ma dipadamkan dan peringatan Rabu Trewa disambung dengan aksi trewa. Trewa sendiri berarti bunyi-bunyian yang menjadi tanda masuk perkabungan Yesus selama Tri Hari Suci Paskah. Larantuka Tenggelam dalam Keheningan Hari-hari Intensif Sengsara Tuhan. Pemda juga mengeluarkan himbauan untuk seluruh umat agar selalu menjaga ketenangan dengan tidak membuka suara musik baik di rumah maupun pada semua jenis moda transportasi bahkan melarang bunyi strong Kapal pada Jumat Agung.
--------
Sisilia Lenita Jemana
Kepala Divisi Komunikasi Publik
Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores