Manajemen Krisis Kepariwisataan, Kesiapsiagaan Destinasi Merespon Resiko Kebencanaan

Created at 2024-04-23

Labuan Bajo, 23 April 2024- 

Memasuki pembelajaran modul ketujuh, Floratama Learning Center: Tourism & Hospitality Knowledge Management Class (THKMC) membekali para pesertanya dengan materi tentang Manajemen Krisis Kepariwisataan yang dibawakan oleh Fadjar Hutomo, Staf Ahli Menteri Bidang Manajemen Krisis, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Selasa pagi (23/4/2024). 

 

Dalam materinya, Fadjar menyampaikan bahwa manajemen krisis kepariwisataan merupakan serangkaian tindakan terukur dan sistematis yang dilakukan pada ekosistem pariwisata untuk menyiapsiagakan, merespon, dan memulihkan diri dari krisis. Menurutnya, manajemen krisis harus disiapakan sejak awal, bukan saja dalam bentuk mitigasi, tetapi juga identifikasi.

 

"Terkait dengan mempersiapkan kesiapsiagaan destinasi dalam menghadapi krisis perlu ada mitigasi, namun sebelum mitigasi, yang juga perlu dilakukan pertama kali adalah melakukan identifikasi risiko. Karena setiap destinasi dan daerah pasti memiliki risiko krisisnya masing-masing yang sangat spesifik dan berbeda antara satu destinasi dengan destinasi yang lain. Misalnya dari faktor alam ada destinasi yang rawan gempa bumi, ada destinasi yang rawan tsunami, longsor, banjir, dan sebagainya. Ekosistem yang harus disiapkan untuk memitigasi masing-masing risiko ini tentu saja berbeda" jelasnya. 

 

Lebih lanjut ia juga menjelaskan bahwa untuk membangun ekosistem manajemen krisis yang baik, perlu ada kolaborasi lintas pemangku kepentingan yang terdiri berbagai lintas sektor dan lembaga. Dalam paparannya ia menjelaskan bahwa Stakeholder Manajemen Krisis Kepariwisataan terdiri dari Masyarakat, Akademisi, Media, Pelaku Usaha, Forkopimda, Pemerintah, Basarnas, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang juga dapat menjamin keamanan dan kenyamanan wisatawan yang berkunjung ke sebuah destinasi.

 

"Sebaik dan seindah apapun sebuah destinasi, tetapi jika dipersepsikan tidak aman maka akan mempengaruhi tingkat kunjungan wisatawan ke destinasi tersebut" tegas Fadjar.

 

Staf Ahli Bidang Manajemen Krisis Kemenparekraf tersebut juga menunjukan data bahwa di Provinsi Nusa Tenggara Timur sendiri terdapat 6 Desa Wisata yang telah melakukan identifikasi Risiko CHSE dan Kebencanaan, yaitu Desa Wisata Detusoko Barat dan Desa Wisata Waturaka di Kabupaten Ende, Desa Wisata Umauta di Kabupaten Sikka, Desa Wisata Tebara di Kabupaten Sumba Barat, Desa Wisata Liang Ndara di Kabupaten Manggarai Barat, dan Kampung Adat Wae Rebo di Kabupaten Manggarai. 

 

Menutup kegiatan, Plt. Direktur Utama BPOLBF, Frans Teguh menyampaikan bahwa sinergi terpadu antar pemerintah dan pemangku kepentingan merupakan kunci untuk membangun ekosistem manajemen krisis kepariwisataan. 

“Pariwisata merupakan sektor yang sangat rentan dari potensi krisis walaupun di sisi lain pariwisata menjadi salah satu lokomotif penggerak roda perekonomian nasional. Untuk mengembangkan destinasi pariwisata sangat memerlukan sinergi terpadu antara pemerintah dengan para pemangku kepentingan yang menjadi elemen penting dalam mengembangkan sektor pariwisata" jelas Frans.

 

Sebagai informasi, kegiatan ini diikuti oleh 30 peserta luring dan 67 peserta daring. Para peserta yang mengikuti kelas ini tidak hanya terdiri dari seluruh staf BPOLBF tetapi juga juga diikuti oleh peserta dari lembaga lain seperti Disparekraf NTT, Badan Otorita Borobudur, Yayasan Lasem Heritage, dan pegiat wisata dari seluruh Indonesia seperti dari Purworejo dan Sulawesi. 

 

Ke depan masih akan ada delapan modul lagi yang akan dipelajari setiap hari Jumat dengan menghadirkan pembicara profesional dari bidangnya. Update dari Program Floratama Learning Center ini dapat dilihat pada Instagram @bpolbf atau Facebook BOP Labuan Bajo Flores.

 

 

 

-------

Sisilia Lenita Jemana

Kepala Divisi Komunikasi Publik

Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores

thumbnail

Bahasa Isyarat Indonesia, Langkah Pengembangan Pariwisata Inklusif di Labuan Bajo Flores

  Labuan Bajo, 19 September 2024-  Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) berkolaborasi dengan Komunitas Belajar Bahasa Isyarat Indonesia (BISIND...

thumbnail

Wana Rhapsodya: Event Musik di Tengah Keindahan Alam Parapuar

  Labuan Bajo, 18 Oktober 2024- Dalam rangka meningkatkan brand awareness Parapuar dan menciptakan event baru di Labuan Bajo, Kementerian Parwisata dan Ekonomi Kre...

thumbnail

Festival Lamaholot: Jembatan Melestarikan Budaya dan Persaudaraan

  Labuan Bajo, 17 Oktober 2024-  Festival Lamaholot kembali digelar di Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Festival Lamaholot sendiri merupakan salah satu fes...

Ada pertanyaan ?

Lihat FAQ ? atau Hubungi Kami