Ruteng, 13 Oktober 2024-
Frans Teguh, Plt. Direktur Utama BPOLBF (Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores) beserta Tim, berdiskusi bersama RD. Inosensius Sutam pada Jumat sore (11/10/2024) lalu, di Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng.
Beberapa poin penting yang dibahas dalam diskusi tersebut antara lain penyelenggaran Festival di wilayah Keuskupan Ruteng seperti Festival Golo Koe, Festival Golo Curu, dan Festival Lembah Sanpio dalam Konteks Budaya dan Religi. Keuskupan Ruteng sendiri telah menetapkan tanggal penyelenggaran event tersebut secara rutin setiap tahunnya, yaitu Festival Golo Koe Maria Assumpta Nusantara pada 10 - 15 Agustus; Festival Lembah Sanpio Kisol Maria Bunda Segala Bangsa pada 4 - 8 September; dan Festival Golo Curu Maria Ratu Rosari pada 3 -7 Oktober.
Frans Teguh menyampaikan bahwa Festival Keuskupan Ruteng bukan hanya sebuah perayaan, tetapi juga merupakan kesempatan emas untuk memperkuat ikatan komunitas agama dan menarik lebih banyak wisatawan untuk mengunjungi keindahan dan kekayaan budaya keagamaan di Keuskupan Ruteng.
"Festival di Keuskupan Ruteng bukan hanya sebuah perayaan, tetapi juga merupakan kesempatan emas untuk memperkuat ikatan komunintas agama dan menarik lebih banyak wisatawan untuk mengunjungi dan menikmati keindahan dan kekayaan budaya religi di Keuskupan Ruteng," ungkap Frans.
RD. Inosensius Sutam menekankan poin penting yang berbeda dari 3 Festival yang diselenggarakan, Golo Koe yang mengusung tema kolaborasi antar umat beragama, Golo Curu memngangkat tema devosi yang sangat membumi, dan Lembah sanpio yang membawa unsur kolaborasi UMKM yang sangat merakyat. Kehadiran festival-festival ini merupakan bukti nyata peran Gereja Katolik dalam mendukung pembangunan kepariwisataan yang inklusif bagi seluruh pihak.
"Golo Koe ialah kolaborasi antar umat beragama, Golo Curu tentang devosi yang sangat membumi dan Lembah sanpio tentang kolaborasi UMKM yang sangat merakyat. Kehadiran festival-festival ini merupakan bukti nyata peran Gereja Katolik dalam pembangunan kepariwisataan yang inklusif bagi seluruh pihak," jelas Romo Ino.
Selain berdiskusi terkait festival, beberapa poin penting lainnya yang dibahas adalah terkait Travel Pattern (Peta Perjalanan Wisata) Religi Katolik di Pulau Flores. Dalam kesempatan tersebut, Romo Ino menyambut baik peluncuran Travel Pattern atau Peta Perjalanan Ziarah Religi Katolik di Pulau Flores. Dalam kesempatan tersebut, Romo Ino sekaligus mengingatkan perlunya sebuah gerakan bersama untuk memberikan narasi religi yang disepakati bersama serta gerakan bersama untuk warga keuskupan di seluruh Flores untuk berziarah.
"Saya menyambut travel pattern ini dengan baik, namun agar diingat bahwa perlu sebuah gerakan bersama untuk memberikan narasi yang disepakati bersama serta gerakan bersama untuk warga keuskupan seluruh Flores untuk berziarah," ungkap Romo Ino.
Selain diskusi terkait festival dan travel pattern wisata religi Katolik di Pulau Flores, pembahasan terkait penerapan Budaya Manggarai pada Masterplan Kawasan Parapuar yang dikelola BPOLBF juga menjadi salah satu topik diskusi. Menurut Romo Ino, kehadiran Natas Parapuar dapat menjadi salah satu opsi dan langkah inisiatif yang menjadi concern nya sebagai praktisi budaya.
Dalam kesempatan tersebut, Romo Ino turut memberi masukan terkait E-Magazie Gastronomi yang telah dilauching BPOLBF beberapa waktu lalu terkait jenis menu kuliner lokal, yaitu Cupat atau Ketupat Manggarai yang biasanya dimasak khusus untuk anak rona atau keluarga mempelai perempuan pada saat panen raya. Romo Ino juga menyadari bahwa warna khas masakan Manggarai merupakan hal yang perlu menjadi concern dikarenakan rasa kuliner lokal merupakan sebuah karakter yang dapat bertahan lebih lama dibanding tampilan visual.
----------
Sisilia Lenita Jemana
Kepala Divisi Komunikasi Publik
Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores