Labuan Bajo, 26 Agustus 2024-
Sebagai destinasi baru yang sedang dikembangkan di Labuan Bajo Flores, pengembangan Kawasan Destinasi Pariwisata Parapuar dilakukan secara terpadu, holistik dan berkelanjutan. Konsep Harmoni dengan Alam 3ECNC (Etno- Eco - Edu - Culture & Nature Conservation) menjadi pendekatan dalam pembangunan Destinasi Parapuar ke depan. Dimensi 3A (Atraksi, Amenitas dan Aksesibilitas), Masyarakat, Citra dan Pengelolaan pariwisata juga akan diselenggarakan dengan tetap didasarkan pada asas keseimbangan ekologi lingkungan, budaya, dan sosial masyarakat.
Plt. Direktur Utama BPOLBF, Frans Teguh menyampaikan bahwa pengembangan Kawasan Destinasi Parapuar akan mengedepankan asas keseimbangan ekologi lingkungan, budaya, dan sosial masyarakat.
"Atraksi baru di Parapuar, baik itu atraksi alam, atraksi sosial, atraksi budaya, dan atraksi buatan akan mengedepankan asas keseimbangan ekologi lingkungan, budaya, dan sosial masyarakat. Selain itu, ketersediaan amenitas dengan entitas lokal yang menyatu dengan alam juga diharapakan akan menambah daya tarik wisata karena akan menjadi sesuatu yang unik" jelas Frans.
Pengembangan kawasan Parapuar dengan konsep 3ECNC ini juga merupakan bagian dari cara Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) untuk mengantisipasi dan memperhatikan proses Transformasi Budaya. Transformasi budaya sendiri merupakan proses dinamis yang melibatkan berbagai faktor dan memiliki dampak baik positif maupun negatif. Dalam dunia pariwisata, perubahan atau adaptasi tersebut terjadi dalam budaya lokal karena adanya interaksi dengan wisatawan. Memahami proses ini sejak awal menjadi penting untuk memastikan bahwa perubahan dapat dikelola ke arah yang positif dengan cara yang mempromosikan keberagaman budaya dan kesejahteraan masyarakat.
Frans Teguh juga menyampaikan bahwa pengembangan sebuah destinasi seperti Parapuar dan transformasi budaya dapat saling memengaruhi dalam cara-cara yang positif jika dikelola dengan bijaksana, seperti dengan melalui pelestarian dan promosi budaya lokal, pendidikan dan kebudayaan dan penguatan identitas lokal.
Dengan pendekatan yang terencana melalui konsep 3ECNC dan memperhatikan transformasi budaya, pengembangan Parapuar kami dorong untuk dapat menghasilkan sinergi positif yang memperkaya pengalaman budaya, mendukung pelestarian warisan, dan memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat lokal. Kunci utamanya adalah memastikan bahwa semua langkah dalam pengembangan Parapuar mempertimbangkan dampak terhadap budaya lokal dan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan. tutup Frans.
Sebagai informasi, pengembangan destinasi Parapuar menggunakan pola dimensi Budaya yakni Filosofi “Gendang One Lingko Pe’ang” yang merupakan ruang hidup orang Manggarai yang mencerminkan kedalaman nilai-nilai warisan leluhur. Ruang ini secara umum mencakup lima bagian, yaitu Kampung (Beo Bate Elor/ Natas Bate Labar), Rumah Adat (Mbaru Bate Kaeng, Mbaru Gendang)) Altar Persembahan (Compang Bate Takung), Kebun (Uma Bate Duat/ Lingko), dan Sumber Air (Wae Bate Teku). Dalam pengembangan Kawasan nantinya, filosofi ini akan dimanifestasikan dalam Pedoman Pembangunan dalam Kawasan.
Terkait keberlanjutan pola ruang dan struktur bangunan, pengembangan Parapuar juga memperhatikan ketentuan khusus seperti memiliki izin resmi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam membangun, mengikuti penggunaan pola ruang dan aturan Master Plan, DED, Amdal, dan KDB (Koefisien Dasar Bangunan). Kawasan Destinasi Parapuar, menampilkan kekhasan lokal dalam bentuk bangunan maupun desain arsitektur (interior dan eksterior) sehingga menciptakan ruang yang merefleksikan keindahan dan identitas budaya setempat, serta setiap bangunan di Parapuar wajib mematuhi batas ketinggian maksimum yang ditetapkan yakni 15 meter atau setara bangunan dua lantai (setinggi Pohon Munting atau Pohon Teno).
------------
Sisilia Lenita Jemana
Kepala Divisi Komunikasi Publik
Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores