Labuan Bajo, 24 Juli 2024- Sebagai negara dengan keanekaragaman hayati, baik flora maupun Fauna, hampir setiap daerah di Indonesia menyimpan potensi yang harus dilestarikan agar keseimbangan alam dapat terus terhaga dan kerberadaannya dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang.
Menyadari hal tersebut, salah satu upaya pelestarian alam yang dilakukan pemerintah adalah dengan membentuk dan meresmikan kawasan yang disebut dengan Taman Nasional sebagai simbol komitmen Indonesia terhadap konservasi lingkungan.
Hingga tahun 2023, Indonesia memiliki 55 Taman Nasional dan 130 Taman Wisata Alam yang berada di kawasan konservasi seluas 27,4 Juta hektar dan tersebar dari Sabang hingga Merauke. Dari 55 Taman Nasional tersebut, 6 di antaranya ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), yaitu Taman Nasional Lorentz, Papua; Taman Nasional Komodo, NTT; Taman Nasional Ujung Kulon, Banten; Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh dan Sumatra Utara; Taman Nasional Kerinci Seblat; dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. (sumber: jasling.menlhk.go.id)
Sekilas Tentang Taman Nasional di Indonesia dan Taman Nasional Komodo
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 dan Permen LHK Nomor 46 tahun 2016, Taman Nasional adalah kawasan pelesatarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Sebagai salah satu kawasan pelestarian alam, Taman Nasional termasuk dalam kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Taman Nasional Komodo sendiri merupakan 1 dari 5 Taman Nasional yang pertama kali diresmikan di Indonesia (16 Maret 1980). Ke-5 Taman Nasional tersebut antara lain; Gunung Leuser, Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Taman Nasional Baluran, dan Taman Nasional Komodo.
Salah satu taman nasional di Indonesia yang ramai dikunjungi wisatawan saat ini adalah Taman Nasional Komodo (TNK) yang oleh UNESCO juga ditetapkan sebagai Cagar Biosfer sekaligus Warisan Dunia, serta menyandang predikat New Seven Wonder of Nature. Taman Nasional Komodo memiliki potensi kegiatan wisata terestrial yaitu trekking dan bird watching, khususnya melihat Fauna Komodo yang merupakan binatang purba, serta potensi wisata perairan seperti snorkling dan diving yang menjadi favorit wisatawan. TNK dikelola oleh Balai Taman Nasional Komodo, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Balai Taman Nasional Komodo sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat bertanggungjawab melaksanakan tugas pokok dan fungsi konservasi kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Penutupan Secara Berkala Taman Nasional Komodo Sebagai Upaya Konservasi
Beberapa waktu belakang ini, isu penutupan secara berkala Taman Nasional Komodo semakin marak diperbincangkan dan menuai banyak komentar. Namun, yang jarang tersorot adalah bahwa rencana ini merupakan bagian dari upaya konservasi. Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) berencana melakukan penutupan berkala kawasan pada pertengahan tahun 2025. Rencana penutupan berkala tersebut tentu saja masih menunggu hasil kajian lebih lanjut.
Dikutip dari wawancara Kepala BTNK, Hendrikus Rani Siga bersama RRI Ende dalam segmen Florata Pagi Ini (18/07/2024) dijelaskan bahwa penutupan ini masih berupa rencana, yang akan dilaksanakan melalui beberapa tahap mulai dari kajian awal, konsultasi publik, kajian lanjutan bila diperlukan, laporan akhir, sosialisasi, hingga penerapan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tekanan dalam kawasan, mengurangi dampak negatif dari aktivitas wisata terhadap kawasan.
"Pertama-tama, saya ingin menyampaikan bahwa ini baru rencana. Yang kedua bahwa ini memang harus didasarkan pada kajian dan ada sejumlah tahapan yang harus dilalui seperti kajian awal, konsultasi publik, kajian lanjutan bila diperlukan, laporan akhir, sosialisasi, hingga penerapan. Tetapi, ketika kita merencanakan sesuatu itu harus ada target, kapan itu diterapkan dan kita berharap 2025 pertengahan itu bisa terapkan, karena memang kawasan TNK, saat ini penggunaannya intensitasnya sangat tinggi, sehingga dirasa perlu kawasan itu direcovery atau istirahat dari tekanan penggunaan kawasan Taman Nasional Komodo. Alam ini juga harus dirawat, harus juga diberi kesempatan untuk istirahat. Kita harus punya kesadaran kolektif bahwa konservasi itu adalah hal yang paling utama, " jelas Hendrikus.
Tujuan lain dari recana penutupan secara berkala ini adalah untuk menghidupkan Daya Tarik Wisata (DTW) di luar kawasan TNK terutama di kawasan darat, dan mendorong peningkatan ekonomi masyarakat.
"Dengan penutupan berkala ini, diharapkan bisa menghidupkan daya tarik-daya tarik wisata yang berada di luar taman nasional, baik di perairan maupun di daratan, sehingga ada peningkatan ekonomi masyarakat di luar taman nasional." lanjut Hendrikus
Kabalai TNK juga menyampaikan bahwa tidak ada maksud untuk membatalkan atau menutup rencana-rencana atau penjualan paket wisata. Menurutnya, ini adalah kombinasi antara wisata di dalam TNK dan di luar TNK, bahkan sampai di Kabupaten-Kabupaten sekitar seperti Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, dan Ende. Dengan penutupan secara berkala ini, diharapkan dapat memberikan kesempatan dan ruang untuk DTW-DTW lain di luar TNK untuk berkembang. Pelaku industri juga bisa menjual paket kombinasi antara di luar dan di dalam kawasan, jadi bukan berarti dengan menutup maka kegiatan wisata itu dilarang, atau ditutup sama sekali.
Merespon rencana penutupan berkala tersebut, Plt. Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF), Frans Teguh menyampaikan bahwa penutupan berkala pada kawasan Taman Nasional Komodo adalah hal yang umum dilakukan karena merupakan kawasan konservasi yang memerlukan proses pemulihan dan regenerasi.
Menurut Frans, rencana penutupan berkala terhadap aktivitas wisata dalam Kawasan TNK yang ditargetkan pada pertengahan tahun 2025 mendatang tentu dilakukan melalui kajian seperti daya dukung dan visitor management sebagai upaya untuk memastikan konservasi sumberdaya terutama satwa komodo dan ekosistem di daratan dan perairan. Hal ini pasti akan berdampak pada minat wisatawan untuk berkunjung ke Labuan Bajo. Namun, rencana penutupan kawasan TN ini juga bisa menjadi ajang edukasi yang baik bagi para wisatawan bahwa penutupanberkala dan sistem buka tutup kunjungan pada kawasan TNK ini untuk manfaat jangka panjang terhadap upaya pemerintah untuk melakukan konservasi, sehingga kelangsungan kawasan TN Komodo kedepannya dapat terjaga dan dapat membantu mempertahankan reputasi destinasi pariwisata premium yang memiliki outstanding value proposition untuk kelestarian dan keberlangsungan kawasan TN.
"Penutupan berkala umumnya biasa dilakukan di beberapa kawasan Taman Nasional (TN) yang ada di Indonesia. Kawasan konservasi perlu tetap menjaga, merawat sumber daya yang dimiliki agar tidak rusak atau punah. Proses pemulihan dan regenerasi tetap diperlukan agar ekosistem lingkungan tetap terjaga dengan keseimbangan alami" jelas Frans Teguh yang juga merupakan Staf Ahli Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi Kemenparekraf tersebut.
Senada dengan yang disampaikan Kabalai TNK, Frans juga menyampaikan bahwa penutupan kawasan dilakukan bertahap, bukan untuk jangka panjang dan sistem yang dilakukan adalah buka tutup kunjungan dan merupakan bagian dari strategi visitor management. Kawasan konservasi seperti TNK perlu rehat untuk pemulihan ekosistem, sehingga untuk sementara waktu tersebut para pelaku industri pariwisata dapat merencanakan atau mengalihkan kunjungan wisatawan ke destinasi lain yang ada di luar kawasan. Strategi visitor management ini dilakukan agar destinasi-destinasi alternatif lainnya diluar kawasan TNK bisa menjadi pilihan kunjungan bagi para wisatawan.
"Jadi yang akan dilakukan adalah rencana pengaturan waktu kunjungan ke kawasan konservasi tersebut. Bisa 1 hari dalam seminggu atau 1 hari dalam dua minggu, sementara hari- hari lain kawasan tetap dibuka. Penutupan berkala Kawasan TNK ini juga merupakan bagian dari teknik management pengunjung (visitors management). Pengaturan agenda/jadwal itinerary juga dapat dialihkan ke destinasi lain, sambil menunggu jadwal pembukaan, sehingga pelaku industri tidak perlu khawatir. Para operator dan tour guide perlu membuat strategi dan mengkomunikasikan secara tepat kepada calon pengunjung/wisatawan terkait antisipasi jadwal kunjungan agar tidak mendadak" jelas Frans.
Strategi Manajemen Pengunjung atau Visitor Management System
Strategi Manajemen Pengunjung atau Visitor Management System (VMS) merujuk pada pendekatan sistematis untuk mengelola dan mengawasi aktivitas pengunjung di berbagai jenis destinasi wisata, termasuk Taman Nasional. Tujuan utama dari VMS adalah untuk menciptakan pengalaman positif bagi pengunjung sambil menjaga keberlanjutan lingkungan dan meminimalkan dampak negatif dari aktvitas kunjungan (wisata) itu sendiri. VMS perlu diterapkan secara terencana dan terukur, selain untuk konservasi sumber daya, upaya ini juga bertujuan untuk memomodifikasi perilaku kunjungan dan peningkatan pengalaman yang lebih holistik melalui pengaturan waktu kunjungan. Upaya konservasi dan VMS melalui penutupan TNK secara berkala ini tentu juga menjadi pertimbangan utama dari rencana kebijakan BTNK ini.
"Kita harus punya kesadaran kolektif, bahwa konservasi itu adalah hal yang paling utama, sehingga kita masih bisa menyaksikan alam yang bersih, yang bagus dan indah ini sampai pada lintas generasi mendatang. Ini adalah kesempatan untuk membuka ruang bagi masyarakat, pelaku usaha pariwisata di sekitar TNK untuk mulai menyusun strategi untuk bagaimana menyikapi kalau misalnya penutupan secara berkala ini jadi diberlakukan" tutup Kabalai TNK.
Dari segi regulasi sendiri, dalam UU Nomor 5 Tahun 1990, Bab VII Pasal 35 dijelaskan bahwa dalam keadaan tertentu dan sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memulihkan kelestarian sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya, Pemerintah dapat menghentikan kegiatan pemanfaatan dan menutup taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam sebagian atau seluruhnya untuk selama waktu tertentu. Selain itu, sebagai informasi beberapa Taman Nasional di Indonesia juga pernah melakukan penutupan sementara sebagai bagian upaya konservasi, recovery, pemulihan ekosistem serta pembersihan kawasan seperti Taman Nasional (TN) Baluran di Situbondo, Jawa Timur, dan Taman Nasional Way Kambas (TNWK), dan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
----------
Sisilia Lenita Jemana
Kepala Divisi Komunikasi Publik
Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores