Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi dan Fasilitasi Pendaftaran Kekayaan Intelektual di Hotel La Prima, Labuan Bajo, 15 s.d. 17 Desember 2020.
Kegiatan diselenggarakan bertujuan untuk mengidentifikasi, mengenalkan dan melegalisasi produk/jasa kreatif yang dihasilkan industri kreatif di kawasan pariwisata Labuan Bajo-Flores.
Kegiatan diawali dengan tarian "Tiba Meka" (penerimaan tamu) dan diikuti oleh 50 orang peserta pemilik produk kreatif dan merek (brand) yang hendak didaftarkan sebagai Hak Kekayaan Intelektual (Haki).
Direktur Fasilitasi Kekayaan Intelektual Kemenparekraf, Robinson Sinaga saat membuka kegiatan mengungkapkan, produk kreatif maupun merek yang sudah tersertifikasi Haki adalah suatu keharusan jika produk/jasa maupun merek yang dihasilkan ingin bersaing luas dan mendapat perlindungan hukum.
"Sertifikat Haki atas produk/jasa yang kita miliki akan memberikan dua manfaat yaitu memastikan perlindungan hukum, serta hak untuk melarang orang menggunakan Haki kita"
Selain sosialisasi Haki Robinson menjelaskan, Kemenparekraf juga akan membantu pendaftaran haki bagi para pelaku industri kreatif di Labuan Bajo yang sudah memiliki produk/jasa dan merek dagang di Labuan Bajo. Dan untuk tahapan administrasi dan biayanya akan dibantu oleh negara melalui Kemenparekraf.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari tersebut terbagi atas dua tahapan yaitu sosialisasi Haki pada hari pertama yang bertujuan mengenalkan haki maupun tahapan pendaftaran kepada para peserta, dan fasilitasi pendaftaran Haki pada hari kedua dengan tujuan membantu para peserta mendaftarkan produk/jasa masing-masing sehingga bersertifikat Haki. Menurut Robinson, proses pendaftaran hingga terbitnya sertifikat membutuhkan waktu setidaknya 1 tahun.
"Semua sistem pendaftaran Haki didaftarkan secara online, dan akan difasilitasi negara. Meskipun butuh waktu cukup lama sekitar 1 tahun, yang terpenting adalah siapa yang mendaftarkan lebih dulu sehingga diakui negara. Sebab negara mengakui produk/jasa yang mendaftarkan lebih dulu, bukan siapa yang menggunakan lebih dulu", pungkas Robinson.
Sementara itu, Direktur Utama Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF), Shana Fatina dalam sambutannya mengungkapkan, Labuan Bajo sebagai destinasi super premium seharusnya tidak hanya mengandalkan kekayaan alam tapi juga kekayaan inovasinya.
"Kita memiliki impian bahwa Labuan Bajo menjadi etalase untuk produk kreatif yang dihasilkan seluruh kawasan Nusa Tenggara Timur. Produk kreatif yang dihasilkan ini akan menunjang pariwisata sehingga berkontribusi dalam menggerakan roda perekonomian, dan terwujudnya pariwisata sebagai leading sector perekonomian", terang Shana.
Lebih lanjut Shana menjelaskan, produk kreatif yang dihasilkan akan menjadi identitas dari destinasi wisata itu sendiri. Menurutnya, produk kreatif yang dihasilkan harus terus didorong dan ditingkatkan kapasitasnya melalui pelatihan/pendampingan, serta dipertemukan dalam ekosistem ekonomi dari hulu hingga ke hilir.
"Kita juga sudah melakukan rangkaian pelatihan, kolaborasi, dan inkubasi terhadap inovasi dan pelaku ekonomi kreatif untuk menunjang dan mendorong inovasi dan potensi kreatif yang dimiliki destinasi pariwisata kita", tutupnya.
Selain dilaksanakan di Labuan Bajo, kegiatan serupa juga telah dilaksanakan Kemenparekraf di Daerah Pariwisata Super Prioritas (DPSP) lainnya seperti Danau Toba, Borobudur dan Mandalika.