Labuan Bajo, 18 Februari 2025 –
Lamalera, desa wisata ini merupakan salah satu dari 20 desa wisata di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa ini memiliki tradisi warisan turun temurun penangkapan ikan paus secara tradisional yang menyimpan pesan-pesan moral dari berbagai aktivitas dan ritual yang telah lama dijaga oleh warga setempat, yang diyakini telah berusia lebih dari 500 tahun. Rangkaian tradisi tersebut saling berhubungan dan tidak terpisahkan, yang menurut kepercayaan setempat jika tidak dijaga dengan baik, dapat berimplikasi pada ketidakseimbangan kehidupan sosial dan ekonomi.
Tradisi ini antara lain meliputi pembuatan tempat perahu, pembuatan perahu, pembuatan dan penyiapan alat tangkap, serta banyak lagi rangkaian kegiatan dengan ritusnya masing-masing yang harus dilakukan oleh warga setempat. Aktivitas-aktivitas ini dikerjakan secara bersama-sama dengan peran spesifik yang sesuai dengan kearifan budaya setempat.
Aktivitas penangkapan ikan paus tradisional ini menjadikan Lamalera sebagai salah satu destinasi wisata yang telah mendunia. Berbagai wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara selalu mengambil kesempatan untuk menikmati keunikan warga dan alam Lamalera, yang memberikan nuansa berbeda, yang tidak ditemukan di daerah lain.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Lembata, Yakobus Andreas Wuwur mengungkapkan, kelestarian tradisi ini telah menjadi daya tarik wisata hingga mancanegara seiring berkembangnya minat wisatawan untuk menyaksikan tradisi ini.
"Pemerintah Daerah terus berkomitmen bersama warga, pelaku usaha, media, akademisi, organisasi non-pemerintah, dan agregator untuk terus meningkatkan daya tarik pariwisata di Kabupaten Lembata. Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa kunjungan wisata ini dilaksanakan dengan cara yang bertanggung jawab dan berkelanjutan," ungkap Yakobus.
Meskipun dalam proses penangkapan paus dilakukan dengan cara yang sangat tradisional, Suku Lamalera tetap menjaga keseimbangan alam dengan mematuhi sejumlah aturan yang ketat. Salah satu aturan utama adalah hanya menangkap paus yang memenuhi kriteria tertentu. Paus biru, misalnya, tidak boleh diburu karena sudah dilindungi secara internasional dan dipercaya memiliki peran penting dalam sejarah desa. Konon, paus biru pernah menyelamatkan Desa Lamalera dari bencana besar.
Plt. Direktur Utama BPOLBF, Frans Teguh, menyampaikan bahwa seiring dengan berkembangnya sektor pariwisata di Nusa Tenggara Timur (NTT), tradisi penangkapan paus yang dilakukan oleh Suku Lamalera di Lembata telah menjadi salah satu daya tarik wisata yang semakin mendunia. Tradisi ini merupakan bagian penting dari identitas budaya lokal yang kaya dan berharga, sekaligus berpotensi untuk mendukung perekonomian daerah melalui pariwisata berkelanjutan.
"Kami dari BPOLBF sangat mengapresiasi bahwa masyarakat Lamalera dengan bijak menjalankan tradisi penangkapan paus ini dengan mematuhi aturan yang telah diwariskan secara turun-temurun, seperti larangan untuk memburu paus biru dan menjaga keseimbangan ekosistem laut. Semua ini mencerminkan kedalaman hubungan antara masyarakat Lamalera dan alam sekitarnya yang harus dijaga demi generasi mendatang. Kami juga menyadari bahwa tradisi ini tidak hanya menyimpan nilai budaya yang kaya, tetapi juga menarik minat wisatawan mancanegara yang ingin mempelajari secara langsung kehidupan tradisional masyarakat Lamalera," tutur Frans.
Pihaknya berharap, dengan mengedepankan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan, tradisi penangkapan paus Lamalera dapat terus dilestarikan sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat Lamalera dan seluruh NTT.
"Tradisi tahunan penangkapan paus ini juga bisa dikembangkan dengan menambah atraksi atau daya tarik wisata lainnya yang bisa melengkapi daya tarik ya sudah ada, seperti wisata edukasi tentang tradisi budaya maritim, pengamatan paus, adukasi tentang ekologi laut, snorkeling, dan pengembangan produk ekowisata lainnya yang meningkatkan kesadaran akan perlindungan laut, sehingga kedepannya bisa menguatkan branding Pulau Lembata sebagai destinasi wisata berbasis budaya dan ekologi," jelas Frans.
Waktu yang Tepat untuk Penangkapan Paus
Tradisi penangkapan paus biasanya dimulai pada musim Lewa, antara bulan Mei hingga September. Sebelum melakukan penangkapan, masyarakat Lamalera yang mayoritas beragama Katolik akan menggelar misa Lewa untuk memohon restu agar perburuan berjalan lancar dan aman.
Pada hari yang ditentukan, para pemburu akan berangkat ke laut menggunakan perahu tradisional Paledang. Dalam satu Paledang, terdapat empat hingga lima pendayung yang dipimpin oleh seorang Lamafa, yakni juru tikam yang terpilih. Lamafa haruslah seorang lelaki yang memiliki kualitas tertentu, seperti taat beragama, santun, dan pemberani. Keahlian dalam melantunkan mantra untuk memanggil angin juga menjadi bagian dari tradisi ini.
Setibanya di tengah laut, Lamafa akan menggunakan tempuling, sebuah tombak kayu sepanjang 4 meter dengan mata besi di ujungnya, untuk melemparkan tombak ke arah paus yang tampak.
Dalam proses penangkapan, terdapat aturan ketat yang mengharuskan para pemburu untuk tidak menangkap paus yang tengah hamil, paus muda, atau paus yang sedang kawin. Jika aturan ini dilanggar, dapat diperkirakan akan mendatangkan musibah bagi desa mereka. Selain paus spera (dikenal dengan nama lokal koteklema), yang menjadi target utama, Suku Lamalera juga terkadang menangkap lumba-lumba, ikan pari, dan jenis ikan lainnya. Hasil tangkapan tidak diperjualbelikan secara besar-besaran, melainkan untuk dikonsumsi sendiri atau ditukar dengan bahan pangan.
Tradisi penangkapan paus Suku Lamalera tidak hanya menjadi simbol kearifan lokal, tetapi juga menyiratkan nilai keberlanjutan dan keseimbangan alam. Wisatawan yang tertarik dengan keunikan tradisi ini dapat merasakan langsung pengalaman budaya yang mendalam sekaligus menikmati pesona alam yang luar biasa dari Pulau Lembata.
------------------
Sisilia Lenita Jemana
Kepala Divisi Komunikasi Publik
Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores